Pages

Subscribe:

Sabtu, 20 Oktober 2012

Jangan Remehkan Ukuran Kepala


Pada umumnya orang tua tak memperhatikan ukuran lingkar kepala bayi. Biasanya yang menjadi perhatian orang tua hanyalah berat badan si bayi, apakah si bayi sehat atau tidak, normal atau tidak, bagaimana pemberian makannya dan sebagainya. Namun sama sekali tak pernah terlintas di benak orang tua untuk menanyakan, "Berapa sekarang ukuran lingkar kepala bayi saya, dok? Apakah normal?"
Padahal, seperti diterangkan Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.AK, MMed., ukuran lingkar kepala juga tak kalah penting. Sebab, "Ukuran lingkar kepala berkaitan dengan volume otak," jelas staf neurologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo ini. Jadi, bila ukuran lingkar kepala si bayi tak pernah dipantau, maka orang tua tak akan pernah tahu apakah ukurannya normal atau tidak.
BERTAMBAH SESUAI USIA
Ukuran rata-rata lingkar kepala bayi ketika lahir adalah 34-35 cm. Lingkar kepala ini akan bertambah 2 cm per bulan pada usia 0-3 bulan. Selanjutnya di usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan.
Jika ukuran lingkar kepala bayi lebih kecil daripada ukuran normalnya, maka disebut kelainan mikrosefali. Sebaliknya, bila ukuran lingkaran kepala si bayi lebih besar daripada ukuran normalnya, dikatakan kelainan makrosefali. "Perbedaannya sebesar 2 standar deviasi dari ukuran normal," jelas Dwi Putro.
Biasanya kelainan mikrosefali dan makrosefali dibawa sejak lahir. Namun ada juga kasus-kasus mikrosefali atau makrosefali yang familial atau normal. Nah, yang normal ini biasanya orang tua si bayi juga memiliki lingkar kepala demikian. Misal, bayi dengan kelainan makrosefali, ternyata orang tuanya juga makrosefali. Itulah mengapa Dwi Putro menganjurkan, "Bila si bayi ukuran lingkar kepalanya di bawah atau di atas ukuran normal, maka sebaiknya diukur juga lingkar kepala orang tuanya."
Selain faktor familial, juga harus diperhatikan apakah ada-tidak kelainan saraf. "Kalau tak ada kelainan saraf, maka hal ini normal-normal saja, terutama untuk kelainan makrosefali," terang Dwi Putro.
NON FAMILIAL
Menurut Dwi Putro, hanya sebagian kecil kasus makrosefali yang familial. "Sebagian besar lainnya adalah makrosefali non-familial yang ada sebabnya. Misalnya, hidrosefalus, yaitu kepala besar karena cairan di dalam otaknya berlebihan. Atau bisa karena faktor-faktor lain seperti adanya tumor."
Karena itulah, ujar Dwi Putro, si bayi dengan kelainan makrosefali harus pula dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Sekalipun fisik si bayi bagus dan orang tuanya juga berkepala besar. "Sebab, kita, kan, tak bisa melihat fungsinya yang di dalam. Apalagi jika si bayi baru berusia 1 bulan, misalnya, fungsinya masih belum begitu tampak." Biasanya dengan pemeriksaan USG atau CT-scan akan bisa diketahui, misalnya, apakah memang ada kelebihan cairan di dalam otak.
Sedangkan kelainan mikrosefali bisa disebabkan gangguan perkembangan dan infeksi pada waktu ibu hamil seperti infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalo virus, dan herpes). "Bisa juga karena gangguan secara keseluruhan, pertumbuhan fisik dan lain-lainnya tak sempurna." Misal, bayi yang lahir kecil, dengan sendirinya kepalanya akan kecil. Atau karena faktor gizi atau ibu sakit sehingga nutrisi ke bayi kurang. Dengan sendirinya semua bagian tubuh si bayi juga akan kurang. "Ada juga yang fisiknya bagus dan hanya kepalanya saja yang kecil."
Yang juga harus dilihat pada kelainan mikrosefali adalah seberapa besar perbedaan ukuran lingkar kepala dibandingkan ukuran kepala yang normal. "Karena ini bisa mempengaruhi kemampuan otak bayi. Kalau perkembangan otak nggak sempurna, dengan sendirinya kemampuan masing-masing bagian otak juga nggak sempurna. Ini akan berpengaruh pada kemampuan intelegensi, kemampuan motorik, kemampuan emosi, sosial, dan sebagainya."
2 TAHUN PERTAMA
Selama dua tahun pertama, terang Dwi Putro, merupakan masa penting. Karena proses perkembangan otak berlangsung sangat cepat selama masa tersebut. "Berat otak pada waktu lahir rata-rata 350 gram. Pada usia 1 tahun, volume otak 1000 gram dan pada usia 2 tahun beratnya 1200 gram." Sedangkan volume otak orang dewasa hanya 1400 gram pada pria dan 1250 gram pada wanita. "Jadi bisa dibayangkan, dalam waktu 0 sampai 2 tahun, perkembangan otak luar biasa."
Itulah mengapa Dwi Putro menganjurkan agar setiap kali imunisasi, ukuran lingkar kepala si bayi juga harus dikontrol. "Apabila pada saat kontrol diketahui lingkar kepala si bayi ukurannya sudah di bawah atau di atas garis normal, sebaiknya segera harus dieksplorasi," katanya.
Selain itu, dalam fase ini orang tua juga harus menjaga agar jangan sampai si bayi mengalami kelainan atau penyakit yang bisa merusak sel-sel otak. Misal, infeksi radang otak, hidrosefalus, tumor, infeksi susunan pusat yang lain, benturan, dan sebagainya. "Ini semua bisa menghambat perkembangan otak," tukasnya.
Yang tak kalah penting ialah melakukan pencegahan sejak dini untuk menghindari terjadinya kelainan-kelainan di atas. Misalnya, konseling sebelum menikah dan sejak merencanakan untuk punya anak. "Lakukan kontrol secara teratur. Sehingga kalau ada kelainan bisa dideteksi sedini mungkin." Misalnya, infeksi TORCH. Selain rajin kontrol, sang ibu juga harus bisa menjaga kesehatan dan makanan yang dikonsumsinya selama hamil. "Kalau ini dilakukan secara teratur, dengan sendirinya tumbuh kembang bayi akan sempurna," ujar Dwi Putro.

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Design by FlamingText.com