Sejak saya diterima di Harvard
University,
pertanyaan yang paling sering saya terima adalah: “Bagaimana caranya
agar bisa diterima di Harvard?”. Salah satu kesulitan saya menjawab
pertanyaan ini adalah tentunya tidak ada cara yang bisa otomatis
menjamin pelamar diterima di Harvard. Selain itu, karena banyaknya
program studi dan tingkatan pendidikan di Harvard University, sulit
memberikan jawaban spesifik yang cocok untuk semua program. Karena itu,
tulisan ini saya buat untuk dapat memberikan prinsip-prinsip umum yang
diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan “
Bagaimana caranya agar diterima di Harvard?”. Karena saya kuliah di
program Master
of Public Administration in International Development, tulisan ini
mungkin lebih merefleksikan pengalaman melamar ke program sejenis.
- Persiapkan aplikasi secara keseluruhan
Saya sering sekali mendapat pertanyaan: “Nilai GRE-nya berapa, kok
bisa diterima di Harvard?”. Atau komentar seperti: “Nilai GRE saya masih
kurang, jadi saya belum berani melamar”. Yang selalu ditekankan oleh
universitas seperti Harvard adalah mereka mempertimbangkan seluruh aspek
aplikasi dalam memutuskan menerima seorang pelamar. Semua hal, dari
IPK (atau nilai rapor), reputasi sekolah asal, nilai GRE, nilai TOEFL,
surat rekomendasi, esai aplikasi, profil pelamar, dipertimbangkan. Kita
tidak tahu yang mana yang bobotnya lebih besar. Ini berbeda dengan
sistem penerimaan mahasiswa di universitas (negeri) di
Indonesia di mana satu-satunya penentu diterima atau tidaknya pelamar adalah nilai ujian tertulis.
Karena itu, pelamar ke universitas seperti Harvard perlu
mempersiapkan semua aspek dalam aplikasinya sebaik mungkin, jangan hanya
fokus untuk mendapatkan nilai tes (GRE,
GMAT,
TOEFL) yang tinggi, dan jangan takut melamar kalau merasa nilai tes
masih kurang. Beberapa sekolah menampilkan data bahwa nilai tes
rata-rata pelamar ke sekolah tersebut sangat tinggi. Hal ini wajar,
karena universitas-universitas terbaik di dunia akan menarik pelamar
yang terbaik pula. Karena sebagian besar pelamar nilai tesnya sudah
baik, menurut saya, yang akan menentukan diterima atau tidaknya pelamar
adalah komponen aplikasi lain yang dapat membedakan seorang pelamar dari
mayoritas pelamar yang lain.
- Lupakan mitos-mitos yang tidak mendukung persiapan melamar
Komentar lain yang sering saya terima adalah: “Anak siapa sih, kok
bisa diterima di Harvard?”. Atau, “Kemarin rekomendasinya dari presiden,
ya?”, atau, “Sudah kenal sama professor di sana, ya?”. Saya tidak
mengerti kenapa bisa ada mitos bahwa hanya bisa diterima di Harvard jika
ada faktor-faktor X seperti anak orang penting atau rekomendasi
diberikan presiden. Universitas seperti Harvard tidak menyebutkan ini
sebagai salah satu hal yang mereka pertimbangkan, dan pelamar tidak
perlu mengarang teori sendiri tentang bagaimana universitas memilih
pelamar. Memusingkan hal ini hanya akan menjauhkan fokus dari hal-hal
yang lebih bisa dipersiapkan (seperti menulis esai yang baik, atau
belajar untuk tes) dan bisa membuat pelamar urung melamar jika merasa
mereka bukan bagian dari segelintir orang yang dekat dengan orang-orang
penting. Yang lebih penting lagi, jika pelamar ingin sukses berkuliah di
universitas yang baik, sejak melamar perlu memiliki pola pikir bahwa
universitas menilai pelamar berdasarkan kualitas pelamar, bukan hal-hal
lain yang jauh dari kontrol pelamar, seperti ke dalam keluarga mana dia
dilahirkan.
- Lakukan riset mendalam tentang program yang ingin dilamar
Dalam semua urusan lamar-melamar, yang menentukan diterima atau
tidaknya lamaran adalah cocoknya pelamar dengan yang dicari/dibutuhkan.
Untuk tahu pelamar seperti apa yang dicari suatu program, perlu riset.
Sumber informasi yang bisa diberdayakan antara lain website universitas,
forum online, dan mahasiswa/alumni program yang bersangkutan. Yang
perlu diketahui antara lain adalah syarat minimum program (misalnya mata
kuliah yang harus sudah diambil), tipe pelamar yang biasanya diterima,
kapasitas program studi dan komposisi mahasiswa yang diterima. Kalau
suatu program hanya menerima 5 orang mahasiswa internasional setiap
tahun, tentu pelamar harus sadar bahwa kemungkinan diterima kecil. Kalau
suatu program S2 mensyaratkan sudah harus mengambil tiga mata kuliah
kalkulus sewaktu S1, tentu pelamar harus memenuhi syarat ini. Dengan
melakukan riset, pelamar bisa mencocokkan profilnya dengan program studi
tertentu dan memperkirakan berapa besar kemungkinannya diterima di
sana. Riset juga perlu untuk mengetahui pilihan program studi yang sama
kelasnya. Jangan sampai, misalnya, tidak tahu universitas apa lagi yang
sekelas Harvard di Amerika Serikat, sehingga melewatkan melamar ke
universitas-universitas lain yang sama baiknya.
- Melamarlah secara strategis ke beberapa sekolah
Seperti halnya melamar pekerjaan atau melamar universitas di
Indonesia, pelamar tentu sebaiknya tidak hanya melamar ke satu program
studi, untuk memperbesar kemungkinannya diterima. Siswa SMA di Amerika
Serikat
rata-rata melamar ke
lebih dari 6 program S1. Seperti halnya saat SNMPTN, pilihan program
studi yang kita lamar harus strategis, untuk memperbesar kesempatan
diterima: ada program studi impian, program studi yang kemungkinan
menerima, dan program studi yang hampir pasti akan menerima pelamar.
Jangan asal melamar, misalnya hanya memasukkan dua aplikasi: satu ke
Harvard, satu ke Brandeis University. Masalahnya bukan di Brandeis
University, tapi pilihan ini mencerminkan pelamar yang tidak jelas
keinginannya: apakah dia menargetkan diterima di universitas sekelas
Harvard atau Brandeis? Kalau Harvard, kenapa tidak melamar juga ke
universitas lain yang sama bagusnya, misalnya Yale, Princeton, atau
Stanford? Apakah yakin kalau hanya memasukkan lamaran ke Harvard pasti
diterima? Kalau Brandeis, kenapa tidak sekalian saja melamar ke
universitas sejenis, tanpa memasukkan Harvard?
- Fokuslah untuk mempersiapkan aplikasi yang baik, terlepas dari biaya sekolah
Universitas-universitas terbaik di dunia memutuskan menerima pelamar
terlepas dari kemampuan pelamar tersebut membiayai kuliahnya sendiri.
Keputusan apakah seorang pelamar diterima atau tidak di suatu program
studi terpisah dari keputusan apakah pelamar tersebut mendapatkan
beasiswa. Sebagian universitas-universitas ini juga memberikan banyak
beasiswa, terutama untuk pelamar dari negara berkembang. Karena itu,
pelamar sebaiknya tidak perlu menunggu kepastian memperoleh beasiswa
dari institusi lain sebelum melamar ke suatu program studi. Mendapatkan
beasiswa itu penting, tapi jangan sampai menunda melamar ke universitas
hanya karena belum mendapatkan beasiswa. Sesudah diterima di
universitas, akan semakin banyak beasiswa yang bisa dilamar, atau bahkan
universitas akan mengalokasikan beasiswa ke pelamar tanpa perlu
memasukkan lamaran. Selain itu juga akan banyak pekerjaan sampingan
penambah penghasilan yang bisa dikerjakan dan sumber-sumber lain yang
akan tersedia.
Intinya adalah, Anda tidak mungkin diterima di universitas yang baik
kalau tidak melamar ke universitas tersebut, karena takut, salah
informasi, atau alasan lainnya. Selain itu, untuk memperbesar
kemungkinan diterima, Anda harus menggunakan strategi melamar yang baik.
Semoga bermanfaat.
===========================================
Donny Eryastha is a graduate of the Master of
Public Administration
in International Development program at the Kennedy School of
Government, Harvard University. He currently works as the Advisor to the
Minister at the Indonesia Investment Coordinating Board. Previously he
has worked in both ends of the financial industry: as an investment
banker and as a microfinance analyst. He has also worked pro-bono
proliferating parliamentary debating among Indonesian youth under a
local NGO and the Ministry of National Education. He received his
undergraduate degree in finance from the University of Indonesia, where
he was awarded the National Best Student award by the Ministry of
National Education in 2005.